Krisis ekonomi yang menerpa Indonesia sejak tahun 1997 memukul telak semua sektor ekonomi tanpa pandang bulu – kecuali sektor pertambangan dan perkebunan yang berorientasi ekspor. Para konglomerat dan pengusaha besar menggelepar karena tidak kuat lagi menanggung beban utang yang tiba-tiba menggunung. Demikian pula para pengusaha kecil dan menengah, menjerit-jerit terimpit utang.
Memang, krisis ekonomi berdampak besar pada semua orang. Daya beli masyarakat merosot drastis sehingga perputaran bisnis berjalan lamban. Usaha kecil dan menengah (UKM) dihadapkan pada beban utang yang berlipat ganda, sementara kemampuan membayar utangnya malahan kian menurun karena omzet usahanya anjlok. Status kreditnya berada pada kategori lima (macet). Jumlah UKM
yang terbelit kredit macet tidak tanggung-tanggung, mencapai 14.000 unit. Nilai pinjaman UKM itu besarnya Rp 5 miliar atau kurang dari itu.
Jika UKM mati suri, perekonomian juga sulit diharapkan pulih kembali. Karena itu, begitu diangkat sebagai Menko Perekonomian –sekaligus Ketua KKSK, Rizal Ramli langsung merestrukturisasi utang UKM. Restrukturisasi yang dilakukan adalah memberi kesempatan kepada UKM untuk mendapat potongan utang pokok dan bunganya sebesar 50% asal dibayar secara tunai sekaligus.
Semula, kalangan perbankan enggan menerima kebijakan tersebut. Tapi, Rizal Ramli mampu memberikan alasan yang rasional: jika tetap mengharapkan kredit macet itu dibayar sebagaimana adanya, kredit itu akan macet selamanya. Sebaliknya, jika diberi keringanan, kredit itu akan dibayar separonya. Jadi, bank bisa mendapatkan dana dan neracanya menjadi lebih bersih.
Begitu restrukturisasi UKM digulirkan pada bulan Oktober 2000, ada banyak sekali UKM yang membayar utangnya. “Entah dari mana mereka mendapatkan dananya. Mungkin pinjam dari kanan-kiri,” kata Rizal Ramli.
Seperti biasa, pro-kontra selalu muncul terhadap suatu kebijakan yang dinilai kontroversial. Beberapa pengamat ekonomi melontarkan kritikan yang tajam terhadap Rizal Ramli yang memberikat hair cut pada utang UKM.
“Saya heran, pengusaha besar mendapat keringanan dan kemudahan penyelesaian kredit macetnya semua diam saja. Tapi, ketika UKM mendapat potongan utang, langsung ribut semua. Di mana rasa keadilan mereka?” tanya Rizal Ramli, yang akhirnya tidak mempedulikan berbagai kritik dan keberatan yang dilontarkan para pengamat.
Misi Rizal Ramli jelas: membuka jalan bagi UKM untuk hidup dan berkembang kembali sehingga bisa menggerakkan rodak perekonomian dan menyerap tenaga kerja dalam menjalankan unit-unit bisnisnya.
Restrukturisasi utang UKM berdampak positif bagi unit-unit bisnis skala kecil dan menengah untuk menggairahkan perekonomian yang lagi lesu darah. Selain itu, juga membantu perbankan merampingkan angka kredit macet di neracanya.
“Pada tahun 2001, restrukturisasi utang UKM memberi kontribusi Rp 1 triliun bagi keuntungan Bank Mandiri. Jadi, separo keuntungan Bank Mandiri tahun itu berkat restrukrurisasi UKM,” kata Rizal Ramli.
Restrukturisasi utang bukan cuma menyentuh kalangan pengusaha. Para petani pun mendapatkan fasilitas serupa lewat restrukturisasi KUT (kredit usaha tani). Bahkan restrukturisasi KUT lebih dulu dilakukan sebelum sektor properti dan UKM.
Restrukturisasi KUT dilakukan lewat penghapusan bunga kredit 100% dan diskon utang pokok pinjaman berkisar antara 25% – 50% — bergantung pada luas lahan yang dimiliki petani. Jika luas lahan pertaniannya kurang dari 0,5 hekare (ha), potongan utang pokoknya 50%. Jika luas lahannya 0,5 – 1 ha, diskonnya 35%. Sedangkan petani yang memiliki luas lahan di atas 1 ha mendapat korting 25%.
Restrukturisasi KUT merupakan salah satu dari tiga program jangka pendek upaya peningkatan produktivitas dan kesejahteraan para petani. Program lainnya: menjamin ketersediaan pupuk, perbaikan mekanisme distribusi dan menjamin harga pupuk yang terjangkau di tingkat petani; meningkatkan nilai tukar (terms of trade) bagi para petani. “Tiga paket itu diharapkan selesai dan memberikan hasil nyata dalam tempo tiga sampai empat bulan,” kata Rizal Ramli.
*